Ende adalah salah satu kabupaten di
daratan Flores, yang terletak di tengah pulau Flores. Berbatasan dengan
Kabupten Sikka di Timur dan Kabupaten Ngada di Barat, sebelah Selatan
berbatasan dengan Laut Sawu dan sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Sawu.
Sedangkan wilayah administrasinya dibagi menjadi 21 kecamatan yaitu kecamatan
Nangapanda, Ende, Ende Selatan, Ende Utara, Ende Tengah, Ende Timur,Ndona,
Wolowaru, Maurole, Detusoko, Pulau Ende, Maukaro, Wewaria, Wolojita, Kelimutu,
Detukeli, Kota Baru, Lio Timur, Ndori dan Ndona Timur
Kabupaten ini berdiri pada tahun 1958 dengan ibukotanya Ende. Ende sering juga disebut Ende Lio karena penyebaran etnis di Kabupaten terdiri dari etnis Ende dan etnis Lio. Luas wilayah kabupaten Ende adalah 2.046 dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 260.605 jiwa (sumber : NTT dalam angka 2011, BPS).
Kebiasaan mengerjakan tenun di Kabupaten ini tidak merata, karena sebagian besar orang Lio dilarang adat untuk menenun. Hanya dua suku yang diperbolehkan bertenun yaitu suku Mbuli dan suku Nggela. Kedua suku inilah yang bertugas untuk menghasilkan tenunan untuk semua suku di Lio. Sebaliknya, semua suku di Ende di perbolehkan menenun namun sebagian penduduknya tidak dibiasakan menenun sehingga tenunan suku Ende lebih terpusat pada tenunan Ende Ndona. Sehingga sebutan tenunan Ende dan tenunan Lio itu sebenarnya hanyalah sebuah generalisasi karena tenunannya dapat dipersempit menjadi tenunan Mbuli Nggela dan Ende Ndona.
Setiap sarung Ende dan Lio biasanya berwarna dasar merah tua kecoklatan, ditenun dua kali dan dijahit dengan memisahkan bagian tengah (one) dan bagian kaki (ai). Bagian tengah mempunyai ikatan sebagai pola khusus, sedangkan bagian kaki senantiasa diperkecil sehingga setiap jalur itu mempunyai nama masing-masing sampe jalur yang paling kecil.
Kabupaten ini berdiri pada tahun 1958 dengan ibukotanya Ende. Ende sering juga disebut Ende Lio karena penyebaran etnis di Kabupaten terdiri dari etnis Ende dan etnis Lio. Luas wilayah kabupaten Ende adalah 2.046 dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 260.605 jiwa (sumber : NTT dalam angka 2011, BPS).
Kebiasaan mengerjakan tenun di Kabupaten ini tidak merata, karena sebagian besar orang Lio dilarang adat untuk menenun. Hanya dua suku yang diperbolehkan bertenun yaitu suku Mbuli dan suku Nggela. Kedua suku inilah yang bertugas untuk menghasilkan tenunan untuk semua suku di Lio. Sebaliknya, semua suku di Ende di perbolehkan menenun namun sebagian penduduknya tidak dibiasakan menenun sehingga tenunan suku Ende lebih terpusat pada tenunan Ende Ndona. Sehingga sebutan tenunan Ende dan tenunan Lio itu sebenarnya hanyalah sebuah generalisasi karena tenunannya dapat dipersempit menjadi tenunan Mbuli Nggela dan Ende Ndona.
Setiap sarung Ende dan Lio biasanya berwarna dasar merah tua kecoklatan, ditenun dua kali dan dijahit dengan memisahkan bagian tengah (one) dan bagian kaki (ai). Bagian tengah mempunyai ikatan sebagai pola khusus, sedangkan bagian kaki senantiasa diperkecil sehingga setiap jalur itu mempunyai nama masing-masing sampe jalur yang paling kecil.
Tenunan pria Ende dan Lio biasanya berwarna dasar hitam atau biru kehitaman, mempunyai jalur-jalur yang jelas sepanjang lungsin yang sejalan dengan jalurnya mendatar yang biasa disebut Ragi Sura Mbao. Tenunan kedua setelah dijahit, jalur-jalurnya lurus dari atas kebawah disebut Ragi Surang Ndari. Jadi jalur-jalur untuk kain tenun pria Ende dan Lio ada yang membujur dan ada yang melintang.
Pada umumnya, motif untuk tenunan wanita Ende dan Lio adalah motif Flora dan Fauna. Seperti kuda, daun, burung, lalat atau sayap lalat. Sedangkan untuk motif kain dan selendang didominasi oleh motif bunga yang diselingi garis hitam kecil diantara motif-motifnya.
Kelengkapan/perhiasan pakaian adat Ende yang digunakan dalam upacara/pesta adalah Luka samba dan Lesu. Luka samba adalah selendang, sedangkan Luka Lesu adalah destar. Luka samba dikenakan di bahu sedangkan destar di kepala. Keduanya berwarna merah tua dan cok
Lawo Keli Mara
Jenis motif :
sarung perempuan
Bentuk motif : Gunung, Teo Timbu, Gami tera es
Jumlah motif : vertikal 2 motif utama an Teo timbu dan 12 motif gami tera esa
Horisontal 2x motif utama
Jumlah lembar : 3 (tiga) hingga 4 (empat) lembar
Ukuran : 200 cm x 160 cm
Lokasi pembuatan : Nggela – Wolo pau - Wolo jita – Tenda – Jopu – Mbuli – Jopu Kecamatan Wolojita dan Kecamatan Wolowaru
Bentuk motif : Gunung, Teo Timbu, Gami tera es
Jumlah motif : vertikal 2 motif utama an Teo timbu dan 12 motif gami tera esa
Horisontal 2x motif utama
Jumlah lembar : 3 (tiga) hingga 4 (empat) lembar
Ukuran : 200 cm x 160 cm
Lokasi pembuatan : Nggela – Wolo pau - Wolo jita – Tenda – Jopu – Mbuli – Jopu Kecamatan Wolojita dan Kecamatan Wolowaru
Kelimara
adalah lawo/sarung yang bermotif gunung, yang memberi kehidupan kepada umat
manusia atas cinta kasih yang Maha Penyayang. Warna dasarnya adalah hitam dari
nila. Nama sarung ini disesuaikan dengan bentuk motifnya yang terdapat pada
sarung tersebut. Keunikan dari sarung ini yaitu motif utamanya terletak pada
sisi sarung atau lembaran luar dari bagian sarung atau pada bagian kaki bila
dipakai. Sedangkan pada bagian lembaran yang lain motifnya berbentuk Gami tera esa
bila bagian atas tidak dipakai motif utama.
Sarung ini digunakan sebagai sarung pengantin perempuan dan juga digunakan oleh ibu-ibu mosalaki pada saat upacara adat.
Sarung ini digunakan sebagai sarung pengantin perempuan dan juga digunakan oleh ibu-ibu mosalaki pada saat upacara adat.
Harga dari lawo kelimara tersebut bias
mencapai Rp.1.000.000 bahkan sampai Rp. 1.500.00,karena motifnya sangat bagus.
Lawo Keli Mara,daerah
Lio,Untuk Perempuan.
Ukuran : 62cm x 163cm
Materi : 100% Kapas
Cara mencuci ikat:
1.Pakai Sampoo cair dan tidak boleh direndam.
2.Tidak boleh jemur di bawah sinar matahari.
3. Boleh diseterika menggunakan suhu rendah.
Ukuran : 62cm x 163cm
Materi : 100% Kapas
Cara mencuci ikat:
1.Pakai Sampoo cair dan tidak boleh direndam.
2.Tidak boleh jemur di bawah sinar matahari.
3. Boleh diseterika menggunakan suhu rendah.
Lawo Kelimara terdiri atas 2 jenis
motif yaitu :
Motif
berbentuk gunung yang menjulang tinggi. Ada juga berbentuk gunung kecil bagian
tengah motif dan bagian atasnya berbentuk seperti rumah adat.
Lawo Kelimara dengan motif utama terdapat pada kedua sisi lawo dengan 9 (sembilan) motif Gami tera esa serta 2 (dua) motif Teo timbu
Lawo Kelimara dengan motif utama terdapat pada kedua sisi lawo dengan 9 (sembilan) motif Gami tera esa serta 2 (dua) motif Teo timbu